Sabtu, 14 Maret 2009

cantika -4-

-Cantika Menikah….-
Di rumah nenek dan kakek.
Plak. Ayah Cantika, Broto Kusuma, menampar wajah Cantika dengan keras.
Kami semua terkejut.
Ayah dan Om Anjasmara Kusuma menahan tubuh Broto Kusuma agar tidak kembali menampar wajah Cantika ataupun melakukan hal bodoh lainnya. Uwakku, Intan Prameswari, menangis keras tiada henti. Ibuku berusaha menenangkan dirinya namun tetap sia-sia saja. Aku dan Rama Dewa Kusuma, adik semata wayang, hanya terdiam membisu. Kami tidak berani mengeluarkan sepatah kata.
“Lika, mengapa kau memperkenalkan Cantika dengan Pio? Jika bukan karena kau memperkenalkan dengan pemuda tengil itu, tentu saat ini Cantika takkan hamil…” tanya ibuku tiba-tiba.
Aku gelagapan. Aku tidak menyangka kalau ibu akan bertanya hal seperti itu. Lalu, aku menjadi sangat sedih saat ibu terus saja menudingku sebagai penyebab hamilnya Cantika. Aku tidak tahu harus memberikan alasan apa untuk menjawabnya. Jadi, aku hanya diam membisu dan tidak berani mengangkat wajah. Aku semakin sedih saat nenek dan uwak Intan pun ternyata bersatu untuk menyalahkanku.
“Ibu, nenek, dan uwak.” ucap Rama, adikku tegas. “Hentikan menyalahkan Kak Lika terus-menerus dari zaman dahulu hingga detik ini. Kak Lika tidak bersalah. Kak Lika memperkenalkan Kak Cantika dengan Pio tanpa ada maksud buruk. Kebetulan, memang Kak Lika akrab dengan siapa saja di kampusnya, sehingga saat Kak Cantika berkunjung ke kampus Kak Lika setelah mengajar, mereka kebetulan berpapasan dengan Pio, maka tidak aneh kalau Kak Lika melakukan hal itu.” bela Rama.
Rama jarang bicara karena dia adalah laki-laki pendiam dan introvert. Namun, baru kali ini dia membelaku dan aku sangat berterima kasih kepadanya.
Semua mata memandangku. Aku mengangkat wajah dan mengangguk. “Maafkan aku.” jawabku serak.
“Dasar emang Kak Cantika saja…tipe perempuan gampangan, mudah digoda ama harta dan bujuk rayu laki-laki hidung belang. Baru digoda dan diajak makan sama preman dan office boy saja sudah mau…” cibir Rama.
“Rama!” hardik ibu keras.
“Kurasa Rama benar, Teteh.” kata Om Anjasamara sembari meregangkan cekalan tangannya ke bahu Uwak Broto. “Beberapa bulan yang lalu, atasan Cantika-Rawa minta maaf dan mengaku kalau dia telah menghamili Cantika namun mereka urung menikah karena Cantika menolak dinikahi dan memilih untuk menggugurkan kandungannya. Aku sempat kalap dan ingin membunuh Rawa karena merasa dikhianati oleh teman dekat sendiri. Aku tahu Rawa sudah menikah dan memiliki seorang putri sehingga tidak menduga kalau dia berani berselingkuh dengan keponakanku sendiri. Ketika aku mengetahui hal itu, aku memutuskan untuk melaporkan ke dewan direksi sehingga dia pun dimutasi ke kantor cabang di Pekanbaru. Semula, aku ingin dia dipecat saja namun setelah kupikir lagi, aku kasihan dengannya sehingga aku meminta kepada dewan direksi untuk memutasikan dia. Itu alasan mengapa sekarang aku menjadi atasan Cantika.”
Kami mendengarkan hal itu dengan miris.
Cantika buka suara,”Om Anjasmara dan Rama betul. Ini semua kebodohanku karena aku mudah tergoda oleh harta dan bujuk rayu. Itu bukan karena aku tipe matrealistis namun mungkin sejak lahir aku terbiasa dibuai oleh kemanjaan sehingga mudah terpedaya.”
“Hm, jadi…apakah sewaktu kita ke rumah bercat putih beberapa minggu lalu adalah saat kau memutuskan untuk menggugurkan kandunganmu itu?” tanyaku hati-hati.
Cantika menggeleng. “Bukan, itu adalah aborsiku yang kedua. Itu hasil hubungan gelapku dengan Chiko.”
Aku kaget. “Chiko siapa? Chiko-ku?”
Cantika mengangguk pelan. “Maaf. Aku sudah lama iri dengan kebebasan dan hubunganmu dengannya. Namun, kau sudah putus dengannya, kan?”
“Iya, aku sudah lama putus dengannya. Dia tidak pernah mau menjelaskan alasan mengapa ingin berpisah denganku.” kataku lirih.
“Dia berpisah denganku karena aku memintanya.”
Aku menjadi abu-abu… sedih, miris, kecewa, dan marah.
“Jadi, sekarang bagaimana?” tanya Uwak Intan pilu.
“Hm, terserah Cantika….”” jawab Uwak Broto pasrah.
“Aku ingin menggugurkan kandungan ini dan kembali melanjutkan hidup.” jawab Cantika enteng. “Lagipula, kami melakukannya bukan atas dasar suka sama suka tapi waktu itu aku sedang mabuk berat dan tanpa sengaja bertemu dengannya di jalan… entah mengapa semuanya berjalan begitu cepat dan…Kami melakukannya di kontrakan Pio. Semula, dia berniat untuk mengantarkanku pulang namun aku menolak karena aku takut pulang dalam keadaan mabuk berat hingga kami memutuskan untuk pulang ke kontrakan Pio yang pegap dan kecil.” lanjut Cantika lirih.
“Cantika,” ucap kakek buka suara dengan prihatin. “Pokoknya, kakek tidak setuju kalau kau menggugurkan kandunganmu karena itu dosa. Selain itu, kalau kau kembali menggugurkannya, kau takkan pernah belajar arti tanggung jawab. Walaupun berat hati, kakek merestuimu menikah dan melanjutkan hidup dengan Pio.”
“Ya, lebih baik kau melanjutkan hidupmu dengan Pio. Mamang akan membantu meringankan biaya pernikahanmu.” kata ayahku bijaksana.
“Tapi, bagaimana mungkin… Pio hanya….” tolak Cantika.
“Ya, kurasa Mang Bradja betul.” ucap Uwak Intan dan Uwak Broto bersamaan.
“Ya, kami setuju.” ucap kakek dan nenek mengamini.
Aku dan Rama mengangguk pelan.
“Aku tidak mau!!” Cantika menjerit histeris dan berlari kencang keluar rumah.
“Cantika!!”
Kepalaku terasa pening. Ealah, kenapa jadi sinetron begini….kehidupan seorang putri jelita?
{{{

-Januari 2008 (hepi wedding day, my fren)-

Tidak ada komentar: